Berdasarkan tempat bekerjanya, enzim dapat dibedakan
dalam 2 golongan, yaitu endoenzim dan eksoenzim. Endoenzim disebut juga enzim
intraseluler yang dihasilkan di dalam sel yaitu pada bagian membran sitoplasma
dan melakukan metabolisme di dalam sel. Eksoenzim (enzim ekstraseluler)
merupakan enzim yang dihasilkan sel kemudian dikeluarkan melalui dinding sel
sehingga terdapat bebas dalam media yang mengelilingi sel dan bereaksi memecah
bahan organik tanpa tergantung pada sel yang melepaskannya (Soedigdo, 1988). Untuk
enzim ekstraseluler, larutan yang diambil setelah proses sentrifugasi adalah
larutan supernatannya. Sedangkan untuk enzim intraseluler, bagian diambil
setelah proses sentrifugasi adalah pellet.
Lipase yang berasal dari mikroba umumnya bersifat
ekstraseluler. Enzim dapat dihasilkan dari beberapa mikroba seperti bakteri,
jamur, yeast dan juga pankreas makhluk hidup seperti manusia serta babi. Jamur
dikenal secara luas sebagai penghasil lipase terbaik. Aspergillus niger merupakan
salah satu fungi yang banyak diteliti untuk menghasilkan lipase (Faloni, dkk.,
2006). Metode produksi lipase yang banyak dilakukan dengan solid state dan
submerged fermentation.
Beberapa mikroorganisme penghasil enzim
lipase berasal dari kelas fungi (Rizhopus sp., Aspergillus sp., Geothricum
sp., Mucor sp., Thricordema reseei, Fusarium sp. dan Rizhomucor sp.), yeast
(Candida sp., Rhodotorula sp., Pichia sp., Saccharomyces crataegenesis,
Torulospora globosa dan Trichosporon asteroid) dan bakteri (Bacillus
sp., Pseudomonas sp., Burkholderia sp. dan Staphylococcus sp.) (Treichel
dkk., 2010).
Indonesia dengan keanekaragaman hayatinya sangat
berpotensi untuk mengembangkan lipase yang berasal dari bakteri. Bakteri
merupakan salah satu mikroba yang dapat menghasilkan enzim lipase, karena
memiliki kemampuan hidup di berbagai lingkungan yang terdapat kandungan makanan
atau nutrisi yang kompleks (Lestari et al, 2009).
Contoh bakteri yang telah terkarakterisasi mampu
menghasilkan lipase diantaranya adalah Bacillus subtilis (Sadeghi et
al., 2006), Pseudomonas aeruginosa (Saeed et al.,
2006), Bacillus pumilus (Heravi et al., 2008), Psychrobacter sp.
G (Xuezheng et al., 2010), dan Geobacillus thermodenitrificans
(Balan et al., 2012).
Bakteri ditumbuhkan pada medium tributirin agar dan koloni
terpilih untuk produksi lipase adalah koloni dengan zona jernih terbesar, yang
menunjukkan lebih banyak trigliserida dari medium dihidrolisis enzim lipase
bakteri tersebut. Isolat yang mempunyai zona jernih terbesar, selanjutnya
diidentifikasi jenis bakterinya dan digunakan untuk memproduksi enzim lipase.
Produksi
Lipase
Isolat potensial diinokulasi ke dalam 10 ml medium
inokulum (medium NB/ Nutrient Broth),
diinkubasi selama 2 hari dengan pengocokan 300 rpm pada suhu 370C.
Medium NB sebanyak 50 ml diinkubasi selama 5 menit, kemudian ditambah inokulum
bakteri 0,5 ml dan minyak olive sebagai induser 0,5 ml. Medium produksi
diinkubasi pada suhu 370C sambil digoyang dengan kecepatan 300 rpm
selama 6, 12, 18, 24, 30 dan 36 jam dan diamati aktivitas lipase yang
dihasilkan isolat bakteri pada interval waktu tersebut.
Ekstraksi
Lipase
Medium produksi yang telah diinkubasi diekstraksi
dengan menggunakan sentrifuse pada kecepatan 10.000 g selama 20 menit.
Supernatan yang diperoleh disebut ekstrak enzim kasar. Enzim enzim kasar diuji
aktivitas dan kadar proteinnya. Ekstrak enzim kasar yang mempunyai aktivitas
tertinggi dilakukan fraksinasi.
Fraksinasi
Lipase
Fraksinasi dilakukan dengan penambahan ammonium
sulfat secara bertahap pada 15, 30, 45 dan 60% jenuh. Caranya sebagai berikut:
amonium sulfat sebanyak 15% dimasukkan secara perlahan ke dalam gelas piala
yang berisi ekstrak lipase sambil diaduk dengan magnetic stirrer sampai
terbentuk endapan. Ekstrak kasar lipase kemudian disentrifus pada 10.000 g
selama 20 menit. Endapan yang diperoleh dinamakan F1. F1 dilarutkan dalam NaCl
1% dan disimpan pada suhu 40C. Supernatan hasil fraksinasi pertama ditambah
ammonium sulfat sebanyak 30%, selanjutnya dilakukan prosedur yang sama sehingga
diperoleh F2. Prosedur yang sama dilakukan untuk menghasilkan fraksi ammonium
sulfat 45% (F3) dan 60% (F4). Seluruh fraksi yang dihasilkan didialisis menggunakan
selophan (Saxena et al., 2003). Fraksi hasil dialisis dinamakan FHD1 (fraksi
15%), FHD2 (fraksi 30%), FHD3 (fraksi 45%) dan FHD4 (fraksi 60%). Seluruh
fraksi diuji aktivitas, kadar protein, aktivitas spesifik, tingkat
kemurniannya. (pendesakan garam)
Kromatografi
Kolom Filtrasi Gel.
Fraksi endapan amonim sulfat yang memiliki unit
aktivitas yang paling tinggi dilanjutkan pemurniannya dengan metode filtrasi
gel sephadex G-150. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : (Subardjo et
al., 1997).
Pembuatan kolom sephadex G150. Tepung sephadex G150
sebanyak 7 g dikembangkan dengan 400 ml akuades dan diinkubasi pada suhu kamar selama
72 jam. Suspensi ini dibiarkan sampai mengendap. Gel yang mengapung dibuang,
sedangkan gel yang mengendap dijaga agar tetap terendam dalam akuades.
Gelembung-gelembung udara yang terdapat di dalam partikel-partikel gel
dikeluarkan dengan cara mengurangi tekanan udara diatas permukaan suspensi menggunakan
pompa vakum. Gel kemudian direndam dalam buffer tris HCl pH 7,2. Kelebihan
buffer di atas gel yang mengendap disisakan lebih kurang 1 cm. Gel diaduk
perlahan-lahan dan dimasukan lewat batang pengaduk ke dalam kolom gelas
dengan panjang 30 cm dan diameter 2,5 cm
dan buffer tris HCl pH 7,2 setinggi 5 cm. Gel dibiarkan mengendap
semuanya. Pemurnian Lipase dengan Kolom Sephadex G-150. Sebanyak 5 ml
fraksi hasil dianalisis dengan aktivitas tertinggi dimasukkan ke dalam kolom
dengan hati-hati agar gel tidak rusak. Kolom dihubungkan dengan sumber
eluen lewat pipa plastik. Kolom Sephadex G-150 yang terjadi dielusi
dengan buffer pengembangnya dengan kecepatan tetesan 6 menit per tetes.
Kran kolom kaca dibuka, eluat ditampung dalam botol ampul sebanyak 100 buah.
Semua eluat ditentukan aktivitas, aktivitas spesifik dan kadar proteinnya.
Fraksi yang mempunyai aktivitas paling tinggi selanjutnya ditentukan tingkat
kemurnian dan beberapa karakteristiknya meliputi pH optimum, suhu optimum,
pengaruh beberapa logam berat.
Pengukuran Aktivitas
Enzim Lipase
Satu unit
(U) aktivitas lipase = 1 mmol asam lemak bebas yang dihasilkan
dari hidrolisis substrat tiap satuan
menit (Handayani, 2005).
Untuk pengukuran
aktivitas enzim menggunakan metode titrimetri substrat dibuat dalam bentuk
emulsi kemudian diberi enzim lipase diinkubasi pada temperatur dan pH
optimumnya. Selama
inkubasi, proses reaksi terjadi (asam lemak dihasilkan). Dititrasi
dengan larutan alkali (ditambah indikator PP). Jumlah titran
per satuan waktu sama dengan jumlah asam lemak yang dihasilkan oleh enzim
lipase.
Untuk menentukan aktivitas enzim menggunakan metode titrimetri yaitu,
sebanyak 2 ml minyak zaitun dalam erlenmeyer 100 ml, ditambah 1 ml buffer
fosfat 0,05 M (pH 8), dan 1 ml larutan enzim. Campuran substrat enzim ini
kemudian dikocok menggunakan shaker inkubator pada 30°C selama 1 jam. Setelah 1
jam substrat enzim diinaktifkan dengan menggunakan campuran aseton : etanol
(1:1) sebanyak 1 ml. Campuran tersebut ditambahkan 5 tetes fenolftalein 1%
sebagai indikator dan dititrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0,05 N. Titrasi
dihentikan setelah campuran berubah menjadi merah muda. Untuk penentuan standar
dilakukan dengan komposisi campuran yang sama. Tetapi pada saat dimasukkan
larutan enzim dengan segera ditambahkan campuran aseton : etanol untuk
menginaktifkan enzim. Kemudian dititrasi dengan prosedur yang sama dengan
analisis sampel.
Penentuan
Kadar Protein.
Sebanyak 0,5 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung
reaksi kemudian ditambah dengan 5 ml pereaksi C. Larutan-larutan tersebut
dikocok dan dibiarkan pada suhu kamar selama 10 menit, kemudian ditambah Follin
Ciocalteu sebanyak 0,5 ml, dikocok dan dibiarkan selama 30 menit. Serapan
larutan diukur pada panjang gelombang 750 nm. Kontrol dibuat dengan cara yang
sama, dengan sampelnya akuades. Standar protein dibuat dengan memasukkan 0,5 ml
kasein Hamerstein dalam bufer Tris-HCl ke dalam 6 buah tabung reaksi
dengan konsentrasi 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 mg per ml, selanjutnya
perlakuan sama seperti sampel (Lowry 1964 dalam Bollag et al., 1996).
Kadar
protein enzim juga dapat ditentukan dengan menggunakan metode Bradford,
(Braford, 1976) dengan reagen dari Bio-Rad Protein Assay, dengan
menggunakan bovin serum albumin (BSA) sebagai standar.
Optimasi Kondisi Kerja
Enzim (Pengaruh pH, Suhu, Tekanan ionik, Kadar Air)
Enzim merupakan
golongan protein, sehingga mempunyai sifat fisik dan kimia yang mirip dengan
protein. Beberapa enzim tidak stabil dan mudah terdenaturasi, sehingga
aktifitas enzimnya hilang. Setiap enzim mempunyai suhu dan pH optimum untuk
aktivitasnya. Dalam melakukan aktivitasnya, enzim dipengaruhi oleh
lingkungannya. Pengaruh tersebut dapat mengganggu stabilitas enzim sehingga
menjadi masalah yang sering dihadapi dalam industri. Stabilitas merupakan sifat
penting yang harus dimiliki oleh enzim dalam aplikasinya sebagai biokatalis.
Stabilitas enzim dapat didefinisikan sebagai kestabilan aktivitas enzim selama
penyimpanan dan penggunaan enzim tersebut, serta kestabilan terhadap senyawa
yang bersifat merusak seperti pelarut tertentu (asam, basa) dan oleh pengaruh
temperatur dan pH ekstrim.
Penentuan
pH Optimum.
Perubahan aktivitas enzim terjadi akibat perubahan
ionisasi enzim. Enzim bersifat amfolitik, yang berarti enzim mempunyai
konstanta disosiasi pada gugus basanya, terutama pada gugus residu terminal
karboksil dan gugus terminal aminonya. Pada umumnya enzim menunjukkan aktivitas
maksimum pada suatu kisaran pH yang disebut pH optimum, yang umumnya antara pH
4,5-8,0 (Winarno, 1986). Enzim tertentu mempunyai kisaran pH optimum yang
sangat sempit. Di sekitar pH optimum enzim mempunyai stabilitas yang tinggi.
Dalam hal ini, enzim yang sama sering kali pH optimumnya berbeda tergantung
dari sumber enzim tersebut.
Prosedur kerja penentuan pH optimum sama seperti
pada uji aktivitas, tetapi dengan variasi pH. Variasi pH yang dilakukan adalah
5, 6, 7, 8, dan 9. Nilai pH optimum merupakan pH pada saat enzim mempunyai
aktivitas tertinggi. Uji aktivitas untuk pH 5 digunakan 100 mM buffer natrium
asetat- HCl, untuk pH 6-7 digunakan 100 mM buffer natrium fosfat, sedangkan untuk
pH 8, dan 9 digunakan buffer tris HCl.
Secara umum, lipase bakteri mempunyai pH optimum
netral dan alkali, dengan pengecualian lipase dari P. fluorescens mempunyai
pH optimum 4,8 (Gupta et al., 2004).
Penentuan
Suhu Optimum
Penentuan suhu optimum dilakukan seperti uji
aktivitas dengan variasi suhu 30, 40, 50, 60 ,70, 80, dan 900oC .
Pengujian dilakukan pada pH optimum yang telah diperoleh dari tahap sebelumnya.
Lipase bakteri pada umumnya mempunyai suhu optimum
dalam jangkauan 30-600C. Meskipun demikian ada beberapa lipase yang suhu
optimumnya di atas atau di bawah jangkauan suhu tersebut. Lipase yang tetap
stabil pada suhu tinggi ditemukan pada spesies bakteri Bacillus,Chromobacterium,
Pseudomonas, dan Staphylococcus. Lipase yang dihasilkan Bacillus sp.
tetap stabil pada suhu 700C selama 150 menit (Gupta et al., 2004).
Pengaruh
EDTA dan Logam terhadap Aktivitas Lipase
Penentuan pengaruh penambahan EDTA dan ion
logam (Ca+2, Zn+2 Cu2+, Hg+2 )
ditentukan dengan menambahkan EDTA dan ion-ion logam masing-masing dengan
konsentrasi 10 - 2 M sebanyak 0,06 ml ke dalam larutan sampel sehingga
konsentrasi akhir larutan pada saat uji aktivitas dilakukan adalah 10-3
M. Sebagai pembanding aktivitas dilakukan uji pada sampel enzim tanpa
penambahan EDTA dan ion-ion logam.
Beberapa enzim termasuk lipase tertentu aktivitasnya
dipengaruhi oleh logam, hal ini disebabkan karena logam tersebut merupakan
kofaktor lipase, sehingga meningkatkan aktivitas, sedangkan beberapa logam tertentu
juga dapat menurunkan aktivitas yang mempengaruhi stabilitas konformasi. EDTA
merupakan senyawa pengkelat logam, apabila enzim lipase dalam penelitian ini membutuhkan
kofaktor logam, maka ketika ditambahkan EDTA aktivitasnya akan menurun, karena
kofaktornya terkelat oleh EDTA tersebut. Kofaktor secara umum tidak diperlukan
untuk aktivitas lipase, tetapi kation divalen seperti kalsium kadang merangsang
aktivitas enzim (Gupta et al., 2004).
Kalsium merangsang lipase dari B. subtilis 168,
B. thermoleovorans ID1, P. aeruginosa EF2, S. Aureus 226, S.
hyicus, C. viscosum dan Acinetobacter sp. RAG-1, sedangkan
lipase dari P. aeruginosa 10145 justru dihambat oleh ion kalsium.
Aktivitas lipase secara umum dihambat oleh logam berat seperti Co2+,
Ni2+, Hg2+ dan Sn2+, serta sedikit dihambat
oleh Zn2+ dan Mg2+ (Gupta et al., 2004).
Pengaruh Kadar Air Pada Aktivitas
Kadar air sangat mempengaruhi laju reaksi
enzimatik. Kadar air bebas yang rendah menghambat difusi enzim atau substrat,
akibatnya hidrolisis hanya terjadi pada bagian substrat yang langsung
berhubungan dengan enzim. Dalam sistem reaksi enzim, kadar air mutlak bukan
merupakan faktor yang penting, tetapi aktivitas enzim lebih banyak dipengaruhi
oleh water activity (Aw) bahan, dan dapat juga dipengaruhi kelembaban
udara disekitarnya. Pada Aw rendah hanya sebagian kecil substrat terlarut dalam
air bebas. Setelah substrat tersebut habis dihidrolisis, maka reaksinya
terhenti. Dengan meningkatkan kelembaban udara, jumlah air bebas akan meningkat
dan dapat melarutkan
substrat sehingga reaksi dimulai kembali.
Pengaruh Kadar Garam
Kadar
elektrolit yang tinggi dapat mempengaruhi kelarutan protein. Oleh karena itu
garam sering digunakan untuk melarutkan beberapa jenis protein. Peristiwa
tersebut sering disebut dengan istilah salting in. Sebaliknya beberapa jenis
larutan garam lain dapat digunakan untuk membuat protein atau enzim menjadi
tidak larut. Proses ini disebut dengan istilah salting out, yang dapat dimanfaatkan
untuk mengisolasi enzim. Garam ammonium sulfat sering digunakan untuk
fraksinasi dan isolasi enzim karena sifat kelarutannya dalam air yang tinggi
dan tidak mengganggu bentuk dan fungsi enzim.
Aspek Kinetika Enzim (Nilai Km dan Vm)
Kecepatan reaksi
enzim akan meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi substrat sampai
pada suatu harga yang memberikan kecepatan reaksi tetap. Pada keadaan tersebut,
kecepatan reaksi enzim mencapai maksimum (Vmaks) karena reaksi enzim dengan
substratnya menjadi jenuh dan tidak dapat bereaksi lebih cepat.
Harga Km dari
suatu enzim berfungsi untuk mengetahui konsentrasi dari substrat yang
menghasilkan setengah laju reaksi maksimum. Harga Km dihitung dengan
mengukur aktivitas enzim lipase dalam berbagai konsentrasi substrat dengan pH,
temperatur, dan waktu inkubasi optimum. Pada penelitian ini digunakan pH 8,
temperatur 45°C, dan waktu inkubasi 10 menit. Harga KM enzim hasil isolasi
adalah 0,07 mg substrat/ml dan Vmaks sebesar 1,506 μmol minyak/ml enzim.menit. Mula-mula aktivitas unit meningkat dengan bertambahnya konsentrasi
substrat, akan tetapi setelah tercapai aktivitas optimum terjadi penurunan
aktivitas. Hal ini dikarenakan pada konsentrasi substrat optimum enzim berada
pada keadaan “jenuh dengan substrat”. Selain itu, dapat juga disebabkan
pengendalian umpan balik, dimana jika produk yang dihasilkan berlebih maka
produk tersebut menjadi inhibisi bagi kerja enzim.
Aktivitas Esterifikasi Lipase
Dalam pengujian
aktivitas esterifikasi dilakukan pada ekstrak kasar enzim, fraksi tertinggi (
Fraksi V) dari fraksinasi amonium sulfat, enzim hasil dialisis, dan enzim hasil
kromatografi kolom. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa aktivitas
esterifikasi meningkat dari ekstrak kasar enzim sampai tahap pemurnian
kromatografi kolom
Aktivitas esterifikasi
enzim lipase mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya kemurnian enzim.
Adanya protein lain yang bukan enzim dapat menghambat
sehingga kerja enzim tidak maksimal dalam proses esterifikasi
Rekayasa genetika untuk produksi enzim
Isolasi
gen yang menyandi protein lipase merupakan salah satu langkah awal produksi
lipase dalam skala besar melalui rekayasa genetika. White et al., (1990) mengemukakan bahwa Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan metode deteksi yang
tergolong mudah untuk mengetahui keberadaan gen target di dalam organisme uji.
Kegunaan Enzim Lipase
Enzim
ini memiliki potensi untuk digunakan memproduksi asam lemak, yang merupakan
prekursor berbagai industri kimia. Produksi asam lemak secara industri
menggunakan katalis kimia menghasilkan efek samping bagi lingkungan.
Lipase terbukti dapat digunakan sebagai biokatalis
untuk meningkatkan kualitas crude palm oil (CPO) yang lebih baik yaitu minyak
sehat (healthy oil). Healthy Econa
Cooking Oil telah diproduksi massal pada tahun 2001 oleh Kao Industries of
Japan. Bahan utama yang terkandung pada healthy
oil adalah DAG (diasilgliserol) yang dibuat secara enzimatik sebagai hasil
dari hidrolisis TAG (triasilgliserol) pada minyak murni. Dalam jangka panjang
minyak ini mampu mencegah peningkatan lemak tubuh, terutama lemak yang
terdeposit dalam organ internal (Kao Corporation, 2004).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar