Rabu, 20 Januari 2016

Isolasi dan Purifikasi Enzim Lipase



Berdasarkan tempat bekerjanya, enzim dapat dibedakan dalam 2 golongan, yaitu endoenzim dan eksoenzim. Endoenzim disebut juga enzim intraseluler yang dihasilkan di dalam sel yaitu pada bagian membran sitoplasma dan melakukan metabolisme di dalam sel. Eksoenzim (enzim ekstraseluler) merupakan enzim yang dihasilkan sel kemudian dikeluarkan melalui dinding sel sehingga terdapat bebas dalam media yang mengelilingi sel dan bereaksi memecah bahan organik tanpa tergantung pada sel yang melepaskannya (Soedigdo, 1988). Untuk enzim ekstraseluler, larutan yang diambil setelah proses sentrifugasi adalah larutan supernatannya. Sedangkan untuk enzim intraseluler, bagian diambil setelah proses sentrifugasi adalah pellet.
Lipase yang berasal dari mikroba umumnya bersifat ekstraseluler. Enzim dapat dihasilkan dari beberapa mikroba seperti bakteri, jamur, yeast dan juga pankreas makhluk hidup seperti manusia serta babi. Jamur dikenal secara luas sebagai penghasil lipase terbaik. Aspergillus niger merupakan salah satu fungi yang banyak diteliti untuk menghasilkan lipase (Faloni, dkk., 2006). Metode produksi lipase yang banyak dilakukan dengan solid state dan submerged fermentation.
Beberapa mikroorganisme penghasil enzim lipase berasal dari kelas fungi (Rizhopus sp., Aspergillus sp., Geothricum sp., Mucor sp., Thricordema reseei, Fusarium sp. dan Rizhomucor sp.), yeast (Candida sp., Rhodotorula sp., Pichia sp., Saccharomyces crataegenesis, Torulospora globosa dan Trichosporon asteroid) dan bakteri (Bacillus sp., Pseudomonas sp., Burkholderia sp. dan Staphylococcus sp.) (Treichel dkk., 2010).
Indonesia dengan keanekaragaman hayatinya sangat berpotensi untuk mengembangkan lipase yang berasal dari bakteri. Bakteri merupakan salah satu mikroba yang dapat menghasilkan enzim lipase, karena memiliki kemampuan hidup di berbagai lingkungan yang terdapat kandungan makanan atau nutrisi yang kompleks (Lestari et al, 2009).
Contoh bakteri yang telah terkarakterisasi mampu menghasilkan lipase diantaranya adalah Bacillus subtilis (Sadeghi et al., 2006), Pseudomonas aeruginosa (Saeed et al., 2006), Bacillus pumilus (Heravi et al., 2008), Psychrobacter sp. G (Xuezheng et al., 2010), dan Geobacillus thermodenitrificans (Balan et al., 2012).
Bakteri ditumbuhkan pada medium tributirin agar dan koloni terpilih untuk produksi lipase adalah koloni dengan zona jernih terbesar, yang menunjukkan lebih banyak trigliserida dari medium dihidrolisis enzim lipase bakteri tersebut. Isolat yang mempunyai zona jernih terbesar, selanjutnya diidentifikasi jenis bakterinya dan digunakan untuk memproduksi enzim lipase.
Produksi Lipase
Isolat potensial diinokulasi ke dalam 10 ml medium inokulum (medium NB/ Nutrient Broth), diinkubasi selama 2 hari dengan pengocokan 300 rpm pada suhu 370C. Medium NB sebanyak 50 ml diinkubasi selama 5 menit, kemudian ditambah inokulum bakteri 0,5 ml dan minyak olive sebagai induser 0,5 ml. Medium produksi diinkubasi pada suhu 370C sambil digoyang dengan kecepatan 300 rpm selama 6, 12, 18, 24, 30 dan 36 jam dan diamati aktivitas lipase yang dihasilkan isolat bakteri pada interval waktu tersebut.
Ekstraksi Lipase
Medium produksi yang telah diinkubasi diekstraksi dengan menggunakan sentrifuse pada kecepatan 10.000 g selama 20 menit. Supernatan yang diperoleh disebut ekstrak enzim kasar. Enzim enzim kasar diuji aktivitas dan kadar proteinnya. Ekstrak enzim kasar yang mempunyai aktivitas tertinggi dilakukan fraksinasi.
Fraksinasi Lipase
Fraksinasi dilakukan dengan penambahan ammonium sulfat secara bertahap pada 15, 30, 45 dan 60% jenuh. Caranya sebagai berikut: amonium sulfat sebanyak 15% dimasukkan secara perlahan ke dalam gelas piala yang berisi ekstrak lipase sambil diaduk dengan magnetic stirrer sampai terbentuk endapan. Ekstrak kasar lipase kemudian disentrifus pada 10.000 g selama 20 menit. Endapan yang diperoleh dinamakan F1. F1 dilarutkan dalam NaCl 1% dan disimpan pada suhu 40C. Supernatan hasil fraksinasi pertama ditambah ammonium sulfat sebanyak 30%, selanjutnya dilakukan prosedur yang sama sehingga diperoleh F2. Prosedur yang sama dilakukan untuk menghasilkan fraksi ammonium sulfat 45% (F3) dan 60% (F4). Seluruh fraksi yang dihasilkan didialisis menggunakan selophan (Saxena et al., 2003). Fraksi hasil dialisis dinamakan FHD1 (fraksi 15%), FHD2 (fraksi 30%), FHD3 (fraksi 45%) dan FHD4 (fraksi 60%). Seluruh fraksi diuji aktivitas, kadar protein, aktivitas spesifik, tingkat kemurniannya. (pendesakan garam)

Kromatografi Kolom Filtrasi Gel.
Fraksi endapan amonim sulfat yang memiliki unit aktivitas yang paling tinggi dilanjutkan pemurniannya dengan metode filtrasi gel sephadex G-150. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : (Subardjo et al., 1997).
Pembuatan kolom sephadex G150. Tepung sephadex G150 sebanyak 7 g dikembangkan dengan 400 ml akuades dan diinkubasi pada suhu kamar selama 72 jam. Suspensi ini dibiarkan sampai mengendap. Gel yang mengapung dibuang, sedangkan gel yang mengendap dijaga agar tetap terendam dalam akuades. Gelembung-gelembung udara yang terdapat di dalam partikel-partikel gel dikeluarkan dengan cara mengurangi tekanan udara diatas permukaan suspensi menggunakan pompa vakum. Gel kemudian direndam dalam buffer tris HCl pH 7,2. Kelebihan buffer di atas gel yang mengendap disisakan lebih kurang 1 cm. Gel diaduk perlahan-lahan dan dimasukan lewat batang pengaduk ke dalam kolom gelas dengan panjang  30 cm dan diameter 2,5 cm dan buffer tris HCl pH 7,2 setinggi 5 cm. Gel dibiarkan mengendap semuanya. Pemurnian Lipase dengan Kolom Sephadex G-150. Sebanyak 5 ml fraksi hasil dianalisis dengan aktivitas tertinggi dimasukkan ke dalam kolom dengan hati-hati agar gel tidak rusak. Kolom dihubungkan dengan sumber eluen lewat pipa plastik. Kolom Sephadex G-150 yang terjadi dielusi dengan buffer pengembangnya dengan kecepatan tetesan 6 menit per tetes. Kran kolom kaca dibuka, eluat ditampung dalam botol ampul sebanyak 100 buah. Semua eluat ditentukan aktivitas, aktivitas spesifik dan kadar proteinnya. Fraksi yang mempunyai aktivitas paling tinggi selanjutnya ditentukan tingkat kemurnian dan beberapa karakteristiknya meliputi pH optimum, suhu optimum, pengaruh beberapa logam berat.

Pengukuran Aktivitas Enzim Lipase
Satu unit (U) aktivitas lipase = 1 mmol asam lemak bebas yang dihasilkan dari hidrolisis substrat tiap satuan menit (Handayani, 2005).
Untuk pengukuran aktivitas enzim menggunakan metode titrimetri substrat dibuat dalam bentuk emulsi kemudian diberi enzim lipase diinkubasi pada temperatur dan pH optimumnya. Selama inkubasi, proses reaksi terjadi (asam lemak dihasilkan). Dititrasi dengan larutan alkali (ditambah indikator PP). Jumlah titran per satuan waktu sama dengan jumlah asam lemak yang dihasilkan oleh enzim lipase.
Untuk menentukan aktivitas enzim menggunakan metode titrimetri yaitu, sebanyak 2 ml minyak zaitun dalam erlenmeyer 100 ml, ditambah 1 ml buffer fosfat 0,05 M (pH 8), dan 1 ml larutan enzim. Campuran substrat enzim ini kemudian dikocok menggunakan shaker inkubator pada 30°C selama 1 jam. Setelah 1 jam substrat enzim diinaktifkan dengan menggunakan campuran aseton : etanol (1:1) sebanyak 1 ml. Campuran tersebut ditambahkan 5 tetes fenolftalein 1% sebagai indikator dan dititrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0,05 N. Titrasi dihentikan setelah campuran berubah menjadi merah muda. Untuk penentuan standar dilakukan dengan komposisi campuran yang sama. Tetapi pada saat dimasukkan larutan enzim dengan segera ditambahkan campuran aseton : etanol untuk menginaktifkan enzim. Kemudian dititrasi dengan prosedur yang sama dengan analisis sampel.
Penentuan Kadar Protein.
Sebanyak 0,5 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambah dengan 5 ml pereaksi C. Larutan-larutan tersebut dikocok dan dibiarkan pada suhu kamar selama 10 menit, kemudian ditambah Follin Ciocalteu sebanyak 0,5 ml, dikocok dan dibiarkan selama 30 menit. Serapan larutan diukur pada panjang gelombang 750 nm. Kontrol dibuat dengan cara yang sama, dengan sampelnya akuades. Standar protein dibuat dengan memasukkan 0,5 ml kasein Hamerstein dalam bufer Tris-HCl ke dalam 6 buah tabung reaksi dengan konsentrasi 0,1; 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1,0 mg per ml, selanjutnya perlakuan sama seperti sampel (Lowry 1964 dalam Bollag et al., 1996).
Kadar protein enzim juga dapat ditentukan dengan menggunakan metode Bradford, (Braford, 1976) dengan reagen dari Bio-Rad Protein Assay, dengan menggunakan bovin serum albumin (BSA) sebagai standar.

Optimasi Kondisi Kerja Enzim (Pengaruh pH, Suhu, Tekanan ionik, Kadar Air)
Enzim merupakan golongan protein, sehingga mempunyai sifat fisik dan kimia yang mirip dengan protein. Beberapa enzim tidak stabil dan mudah terdenaturasi, sehingga aktifitas enzimnya hilang. Setiap enzim mempunyai suhu dan pH optimum untuk aktivitasnya. Dalam melakukan aktivitasnya, enzim dipengaruhi oleh lingkungannya. Pengaruh tersebut dapat mengganggu stabilitas enzim sehingga menjadi masalah yang sering dihadapi dalam industri. Stabilitas merupakan sifat penting yang harus dimiliki oleh enzim dalam aplikasinya sebagai biokatalis. Stabilitas enzim dapat didefinisikan sebagai kestabilan aktivitas enzim selama penyimpanan dan penggunaan enzim tersebut, serta kestabilan terhadap senyawa yang bersifat merusak seperti pelarut tertentu (asam, basa) dan oleh pengaruh temperatur dan pH ekstrim.
Penentuan pH Optimum.
Perubahan aktivitas enzim terjadi akibat perubahan ionisasi enzim. Enzim bersifat amfolitik, yang berarti enzim mempunyai konstanta disosiasi pada gugus basanya, terutama pada gugus residu terminal karboksil dan gugus terminal aminonya. Pada umumnya enzim menunjukkan aktivitas maksimum pada suatu kisaran pH yang disebut pH optimum, yang umumnya antara pH 4,5-8,0 (Winarno, 1986). Enzim tertentu mempunyai kisaran pH optimum yang sangat sempit. Di sekitar pH optimum enzim mempunyai stabilitas yang tinggi. Dalam hal ini, enzim yang sama sering kali pH optimumnya berbeda tergantung dari sumber enzim tersebut.
Prosedur kerja penentuan pH optimum sama seperti pada uji aktivitas, tetapi dengan variasi pH. Variasi pH yang dilakukan adalah 5, 6, 7, 8, dan 9. Nilai pH optimum merupakan pH pada saat enzim mempunyai aktivitas tertinggi. Uji aktivitas untuk pH 5 digunakan 100 mM buffer natrium asetat- HCl, untuk pH 6-7 digunakan 100 mM buffer natrium fosfat, sedangkan untuk pH 8, dan 9 digunakan buffer tris HCl.
Secara umum, lipase bakteri mempunyai pH optimum netral dan alkali, dengan pengecualian lipase dari P. fluorescens mempunyai pH optimum 4,8 (Gupta et al., 2004).
Penentuan Suhu Optimum
Penentuan suhu optimum dilakukan seperti uji aktivitas dengan variasi suhu 30, 40, 50, 60 ,70, 80, dan 900oC . Pengujian dilakukan pada pH optimum yang telah diperoleh dari tahap sebelumnya.
Lipase bakteri pada umumnya mempunyai suhu optimum dalam jangkauan 30-600C. Meskipun demikian ada beberapa lipase yang suhu optimumnya di atas atau di bawah jangkauan suhu tersebut. Lipase yang tetap stabil pada suhu tinggi ditemukan pada spesies bakteri Bacillus,Chromobacterium, Pseudomonas, dan Staphylococcus. Lipase yang dihasilkan Bacillus sp. tetap stabil pada suhu 700C selama 150 menit (Gupta et al., 2004).
Pengaruh EDTA dan Logam terhadap Aktivitas Lipase
Penentuan pengaruh penambahan EDTA dan ion logam (Ca+2, Zn+2 Cu2+, Hg+2 ) ditentukan dengan menambahkan EDTA dan ion-ion logam masing-masing dengan konsentrasi 10 - 2 M sebanyak 0,06 ml ke dalam larutan sampel sehingga konsentrasi akhir larutan pada saat uji aktivitas dilakukan adalah 10-3 M. Sebagai pembanding aktivitas dilakukan uji pada sampel enzim tanpa penambahan EDTA dan ion-ion logam.
Beberapa enzim termasuk lipase tertentu aktivitasnya dipengaruhi oleh logam, hal ini disebabkan karena logam tersebut merupakan kofaktor lipase, sehingga meningkatkan aktivitas, sedangkan beberapa logam tertentu juga dapat menurunkan aktivitas yang mempengaruhi stabilitas konformasi. EDTA merupakan senyawa pengkelat logam, apabila enzim lipase dalam penelitian ini membutuhkan kofaktor logam, maka ketika ditambahkan EDTA aktivitasnya akan menurun, karena kofaktornya terkelat oleh EDTA tersebut. Kofaktor secara umum tidak diperlukan untuk aktivitas lipase, tetapi kation divalen seperti kalsium kadang merangsang aktivitas enzim (Gupta et al., 2004).
Kalsium merangsang lipase dari B. subtilis 168, B. thermoleovorans ID1, P. aeruginosa EF2, S. Aureus 226, S. hyicus, C. viscosum dan Acinetobacter sp. RAG-1, sedangkan lipase dari P. aeruginosa 10145 justru dihambat oleh ion kalsium. Aktivitas lipase secara umum dihambat oleh logam berat seperti Co2+, Ni2+, Hg2+ dan Sn2+, serta sedikit dihambat oleh Zn2+ dan Mg2+ (Gupta et al., 2004).
Pengaruh Kadar Air Pada Aktivitas
Kadar air sangat mempengaruhi laju reaksi enzimatik. Kadar air bebas yang rendah menghambat difusi enzim atau substrat, akibatnya hidrolisis hanya terjadi pada bagian substrat yang langsung berhubungan dengan enzim. Dalam sistem reaksi enzim, kadar air mutlak bukan merupakan faktor yang penting, tetapi aktivitas enzim lebih banyak dipengaruhi oleh water activity (Aw) bahan, dan dapat juga dipengaruhi kelembaban udara disekitarnya. Pada Aw rendah hanya sebagian kecil substrat terlarut dalam air bebas. Setelah substrat tersebut habis dihidrolisis, maka reaksinya terhenti. Dengan meningkatkan kelembaban udara, jumlah air bebas akan meningkat dan dapat melarutkan substrat sehingga reaksi dimulai kembali.
Pengaruh Kadar Garam
Kadar elektrolit yang tinggi dapat mempengaruhi kelarutan protein. Oleh karena itu garam sering digunakan untuk melarutkan beberapa jenis protein. Peristiwa tersebut sering disebut dengan istilah salting in. Sebaliknya beberapa jenis larutan garam lain dapat digunakan untuk membuat protein atau enzim menjadi tidak larut. Proses ini disebut dengan istilah salting out, yang dapat dimanfaatkan untuk mengisolasi enzim. Garam ammonium sulfat sering digunakan untuk fraksinasi dan isolasi enzim karena sifat kelarutannya dalam air yang tinggi dan tidak mengganggu bentuk dan fungsi enzim.
Aspek Kinetika Enzim (Nilai Km dan Vm)
Kecepatan reaksi enzim akan meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi substrat sampai pada suatu harga yang memberikan kecepatan reaksi tetap. Pada keadaan tersebut, kecepatan reaksi enzim mencapai maksimum (Vmaks) karena reaksi enzim dengan substratnya menjadi jenuh dan tidak dapat bereaksi lebih cepat.
Harga Km dari suatu enzim berfungsi untuk mengetahui konsentrasi dari substrat yang menghasilkan setengah laju reaksi maksimum. Harga Km dihitung dengan mengukur aktivitas enzim lipase dalam berbagai konsentrasi substrat dengan pH, temperatur, dan waktu inkubasi optimum. Pada penelitian ini digunakan pH 8, temperatur 45°C, dan waktu inkubasi 10 menit. Harga KM enzim hasil isolasi adalah 0,07 mg substrat/ml dan Vmaks sebesar 1,506 μmol minyak/ml enzim.menit. Mula-mula aktivitas unit meningkat dengan bertambahnya konsentrasi substrat, akan tetapi setelah tercapai aktivitas optimum terjadi penurunan aktivitas. Hal ini dikarenakan pada konsentrasi substrat optimum enzim berada pada keadaan “jenuh dengan substrat”. Selain itu, dapat juga disebabkan pengendalian umpan balik, dimana jika produk yang dihasilkan berlebih maka produk tersebut menjadi inhibisi bagi kerja enzim.

Aktivitas Esterifikasi Lipase
Dalam pengujian aktivitas esterifikasi dilakukan pada ekstrak kasar enzim, fraksi tertinggi ( Fraksi V) dari fraksinasi amonium sulfat, enzim hasil dialisis, dan enzim hasil kromatografi kolom. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa aktivitas esterifikasi meningkat dari ekstrak kasar enzim sampai tahap pemurnian kromatografi kolom
Aktivitas esterifikasi enzim lipase mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya kemurnian enzim. Adanya protein lain yang bukan enzim dapat menghambat sehingga kerja enzim tidak maksimal dalam proses esterifikasi
Rekayasa genetika untuk produksi enzim
Isolasi gen yang menyandi protein lipase merupakan salah satu langkah awal produksi lipase dalam skala besar melalui rekayasa genetika. White et al., (1990) mengemukakan bahwa Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan metode deteksi yang tergolong mudah untuk mengetahui keberadaan gen target di dalam organisme uji.

Kegunaan Enzim Lipase
Enzim ini memiliki potensi untuk digunakan memproduksi asam lemak, yang merupakan prekursor berbagai industri kimia. Produksi asam lemak secara industri menggunakan katalis kimia menghasilkan efek samping bagi lingkungan.
Lipase terbukti dapat digunakan sebagai biokatalis untuk meningkatkan kualitas crude palm oil (CPO) yang lebih baik yaitu minyak sehat (healthy oil). Healthy Econa Cooking Oil telah diproduksi massal pada tahun 2001 oleh Kao Industries of Japan. Bahan utama yang terkandung pada healthy oil adalah DAG (diasilgliserol) yang dibuat secara enzimatik sebagai hasil dari hidrolisis TAG (triasilgliserol) pada minyak murni. Dalam jangka panjang minyak ini mampu mencegah peningkatan lemak tubuh, terutama lemak yang terdeposit dalam organ internal (Kao Corporation, 2004).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar